Kamis, 04 Maret 2010

Pemanfaatan energi angin

PENDAHULUAN


Latar belakang
Dewasa ini pengembangan dan penggunaan energi terbarukan (renewable energy) makin menjadi hal yang sangat penting. Apalagi dengan makin mengglobalnya isu emisi CO2 yang kontra terhadap pelestarian lingkungan global. Gegap-gempita upaya diversifikasi sumber energi tak pelak merambah Indonesia menyusul ditandatanganinya Inpres No.1/2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati. Tentu ini merupakan kondisi yang positif, momentum yang tepat bagi seluruh komponen bangsa terkait, untuk segera memikirkan dan mengambil langkah serius guna pengembangan sumber energi alternatif masa depan.
Di antara negara-negara di kawasan Asia, yang tengah menggarapnya dengan serius akan potensi energi angin lepas pantai yang besar ini adalah Jepang. Berdasar minimnya sumber kekayaan mineral dan potensinya sebagai sebuah negara kepulauan, penelitian-penelitian serius dan aplikatif dalam bidang ini telah dan sedang dilakukan demi ketersediaan sumber energi mereka di masa depan.
Dalam konteks Indonesia, sebenarnya ada sumber energi alternatif yang sudah sejak lama terlupakan, seperti potensi gelombang, arus atau angin laut di wilayah perairan Indonesia yang sangat melimpah. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan dua per tiga wilayahnya berupa lautan, maka tingkat ketersediaan sumber energi tersebut secara alamiah tak perlu diragukan lagi. Gelombang laut misalnya, telah menjadi sebuah potensi raksasa untuk memproduksi sumber energi yang bersih dan suatu perkiraan potensi sumberdayanya di seluruh dunia bisa mencapai antara 1 hingga 10 TW.
Salah satu sumber energi alterntif yang dapat diperbarui adalah pemamfaatan energi yang berasal dari angin. Di negara-negara maju teknologi ini sudah banyak dikembangkan, dan umumnya mereka percaya bahwa energi angin merupakan sumber energi masa depan di samping energi matahari.
Pemanfaatan teknologi energi angin sebagai salah satu sumber energi yang dapat diperbarui juga sudah dilakukan di Indonesia. Tetapi energi listrik yang dihasilkan dari angin masih relatif kecil kapsitasnya. Sehingga umumnya teknologi ini hanya diterapkan di daerah terpencil atau di pedesaan yang belum terjangkau aliran listrik PLN.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), salah satu lembaga riset dan teknolgi (ristek) di bawah koordinasi Menteri Negara Riset dan Teknologi telah mengembangkan teknologi angin di Desa Bulak Baru dan kaianyar di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, sebagai upaya pengenalan dan penyebaran teknologi angin serta pengembangannya di masa mendatang.
Untuk turbin angin skala kecil (untuk pemamfaatan skala kecil) dibutuhkan kecepatan angin berskala rata-rata tahunan antara 2,5-4,0 meter/sekon (m/s). Berdasarkan hasil pencatatan dan pengolahan data diperoleh bahwa kecepatan angin rata-rata tahunan di kedua desa itu sekitar 3,7-4,1 m/s.
Turbin angin yang dipasang sampai saat ini berjumlah 31 unit dengan kapasitas daya terpasang 37,75 KW. Rinciannya, Desa Bulak Baru 7X250 watt dan 12X1000 watt bertegangan 220 volt dan frekuensi 50Mz, sedangkan di Kalianyar kapsitas daya terpasang sebesar 7X1.000 watt dan 5X250 watt tegangan 12 Vdc (tegangan arus searah).
Sumber: (Harian Umum Suara Pembaruan, 16 Oktober 1994)

Tujuan
Dengan solusi pemanfaatan teknologi energi angin ini, diharapkan mampu menjadi sumber energi masa depan. Untuk itu, pengaplikasian pembangkit listrik tenaga angin perlu ditingkatkan. Dalam makalah ini akan dipaparkan beberapa hal yang berkaitan dengan energi angina agar lebih mengetahui tentang:
1. perkembangan teknologi pemanfaatan energi angin
2. konstruksi dan sistem kerja pemanfaatan energi angin
3. hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemanfaatan energi angin


LANDASAN TEORI

Perkembangan Teknologi Turbin Angin
Turbin angin pertama sebagai pembangkit listrik adalah berupa sebuah kincir angin tradisional yang dibuat oleh Poul la Cour di Denmark lebih dari 100 tahun yang lalu. Berikutnya baru di awal abad ke-20, mulai ada mesin eksperimental untuk turbin angin ini. Pengembangan lebih serius baru dilakukan pada saat terjadi krisis minyak pada era 1970-an, dimana banyak pemerintah di seluruh dunia mulai menggelontorkan dana untuk riset dan pengembangan sumber energi alternatif. Di awal 80-an, terlihat pengembangan utama dilakukan di California dengan pembangunan ladang pembangkit listrik turbin angin dengan ratusan turbin kecil, sehingga sampai akhir dekade tsb sudah terbangun 15.000 turbin angin dengan kapasitas pembangkit total sebesar 1.500 MW di daerah itu (Ackermann & Ser, 2000). Namun seiring dengan makin stabilnya harga minyak dunia di era 80-an tsb yang diikuti dengan pemangkasan subsidi pemerintah untuk dana pengembangan turbin angin ini, maka banyak perusahan turbin angin mulai gulung tikar.
Namun hal ini tidak terjadi di Denmark, dimana pemerintah tetap mendukung secara kontinyu serta mengawal pengembangan teknologi turbin angin ini. Akibatnya teknologi dasar mereka tetap terpelihara dan tidak menghilang. Sehingga pada saat pasar energi angin kembali menguat di awal 90-an, banyak perusahaan yang bergerak dalam bidang ini mampu merespon dengan cepat, walhasil mereka cukup berhasil mendominasi pasar hingga saat ini. Dari sini dapat kita catat bahwa dasar keberuntungan dari energi terbarukan untuk saat ini adalah lebih berdasar pada kebutuhan yang solid untuk pengurangan perubahan iklim dan meningkatnya otonomi energi, bukan pada fluktuasi alami dari harga minyak dunia.
Sejauh ini, sebagian besar ladang turbin angin yang terpasang masih di daratan. Hasil studi yang dilakukan oleh DEWI tahun 2004 yang lalu, "WindEnergy-Study 2004-Assesment of the Wind Energy Market until 2012", menunjukkan optimisme bahwa pelipatgandaan kapasitas terpasang turbin angin di seluruh dunia dari 4~150.000 MW bisa tercapai (Gambar 1-kiri). Hasil studi pasar lainnya oleh BTM Consult ApS di tahun yang sama, "World Market update 2003", juga menunjukkan kecenderungan yang serupa. Hingga sekitar tahun 2002, kapasitas total terpasang untuk turbin angin di darat berkisar 24 GW dan lebih dari 3 tahun terakhir, laju instalasi per tahunnya telah mencapai 4 GW. Saat ini laju rata-rata turbin terpasang secara internasional sudah mendekati 1 MW per unit (Gambar 1-kanan). Dengan keberhasilan pengembangan dalam skala yg ekonomis tersebut, saat ini energi angin sudah mampu bersaing dengan pembangkit listrik tradisional seperti batubara maupun nuklir untuk daerah dimana kaya akan potensi angin.

Gambar 1. Kiri: Pengembangan kapasitas terpasang turbin angin beserta prediksinya hingga tahun 2012 (Klose & Dalhoff, 2005), Kanan: Kapasitas terpasang tahunan dan dimensi rata-rata turbin angin (Henderson et al., 2002a).
Dari sisi teknologi, berbagai konsep disain turbin angin telah banyak dikembangkan hingga saat ini. Sebuah disain turbin "standart" telah diawali khususnya di Denmark dan Jerman yang sudah terbukti dengan baik performansinya dan telah menyebar ke seluruh dunia sejak awal tahun 1980-an. Turbin ini terdiri dari sebuah rotor 3 daun dengan sebuah sumbu penghubung horizontal yang ditopang oleh semacam stuktur tower (Gambar 2). Untuk turbin angin lepas-pantai, beberapa aspek disain tambahan harus diperhatikan, misalnya proteksi terhadap lingkungan yang korosif, masalah pemasangan dan perbaikan turbin di lokasi operasi serta transportasi dan instalasi dari struktur penopangnya (Klose & Dalhoff, 2005).
Seperti terlihat pada Gambar 2, dimensi dari turbin angin telah mengalami pertumbuhan cukup signifikan selama kurun waktu 20 tahun belakangan. Salah satu faktor pembatasnya yang paling penting adalah terletak pada teknolgi produksi dari daun rotor besar yang terbuat dari bahan fiber-reinforced plastics (FRP). Di awal tahun 80-an, output rata-rata dari sebuah turbin angin baru mencapai 30~50 kW. Namun sampai tahun 2005 sudah meningkat pesat hingga mencapai 1.500~2.000 kW untuk diameter rotor rata-rata 80 meter, bahkan bisa mencapai 5.000 kW dengan diameter rotor rata-rata 115 meter.



Gambar 2. Pertumbuhan dimensi turbin angin hingga tahun 2005 (Klose & Dalhoff, 2005).
Saat ini, angin sebagai sebuah sumber energi telah dan sedang tumbuh dengan laju pertumbuhan cukup tinggi, rata-rata per tahun mencapai 25%. Hal ini menjadikannya sebagai satu sumber energi dengan laju pertumbuhan tercepat di dunia sejak 1990. Lima pasar terbesar untuk energi angin saat ini adalah di negara Jerman, Spanyol, Amerika Serikat, Denmark dan India. Dengan ini pula, bahwasanya untuk saat ini, energi angin sudah memiliki daya saing ekonomis, ditambah lagi sifatnya yang tidak menimbulkan polusi, sangatlah menjanjikan sebagai sumber energi alternatif era milenium.
Salah satu contoh di Indonesia yaitu sebuah pilot project sederhana bertemakan renewable energy telah dimulai oleh kolega penulis di ITS, Ridho Hantoro ST., MT., hingga memenangkan Brits Award for Poverty Alleviation 2006. Proyek ini adalah pembuatan turbin angin pembangkit listrik di Pulau Sapeken, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Turbin angin berdiameter rotor 4 meter dengan 6 buah daun aluminium ini mampu menghasilkan daya hingga 1 kW dengan tiang penopang setinggi 8 meter.
Latar belakang sosial dan teknis pembuatan turbin angin ini antara lain:
1. Pulau Sapeken sangat kecil, bahkan lebih kecil dari kampus ITS (luas areal ITS 180 hektar), namun penduduknya cukup padat. Keberadaan listrik disana sangat memprihatinkan. Listrik hanya dinyalakan dari jam 17.00 hingga 06.00. Kalau kena black out, tidak ada listrik sama sekali disana.
2. Sapeken termasuk pulau terpencil, untuk mencapainya harus menggunakan kapal perintis yang hanya beroperasi sepuluh hari sekali. Hal ini menyebabkan pasokan bahan bakar termasuk solar pun langka sehingga harganya menjadi sangat mahal. Keberadaan diesel yang dimiliki beberapa penduduknya juga tak banyak membantu karena harga solar yang mahal.
3. Karena posisinya yang berbatasan dengan laut, kecepatan angin di pulau ini sangat kencang yakni sekitar 4-5 meter per detik.

Pemanfaatan Tenaga Angin
Negara Indonesia adalah negara kepulauan yang 2/3 wilayahnya adalah lautan dan mempunyai garis pantai terpanjang di dunia yaitu ± 80.791,42 Km merupakan wilayah potensial untuk pengembangan pembanglit listrik tenaga angin. PLT Angin dapat dimaksimalkan pemberdayaannya disekitar pantai di Indonesia. Namun, tidak semua pantai dan daerah dapat dijadikan PLT Angin, karena perlu dipilih daerah yang memiliki topografi dan keadaan angin yang stabil. Sampai saat ini, kapasitas total yang terpasang diseluruh Indonesia kurang dari 800 kilowatt. Terdapat lima unit kincir angin pembangkit listrik berkapasitas 80 kilowatt yang sudah dibangun. Pada tahun 2007 yang lalu, telah ditambah tujuh unit kincir pembangkit berkapasitas sama di empat lokasi, yaitu Pulau Selayar, Sulawesi Uutara, Nusa Penida,Bali, serta Bangka Belitung.
Selain digunakan di daerah pesisir pantai, PLT Angin juga dapat digunakan di daerah pegunungan dan daratan. Saat ini kapasitas total pembangkit listrik yang berasal dari tenaga angin untuk Indonesia dengan estimasi kecepatan angin rata-rata sekitar 3 m/s / 12 Km/jam, 6.7 knot/jam turbin skala kecil lebih cocok digunakan, di daerah pesisir, pegunungan, dataran.. Salah satu daerah yang cocok untuk dijadikan PLT Angin adalah daerah Sidrap.Daerah ini memiliki topografi yang menunjang, datarannya luas dan memiliki kecepatan dan stabilitas angin yang ideal. Selain untuk pembangkitan listrik, turbin angin sangat cocok untuk mendukung kegiatan pertanian dan perikanan, seperti untuk keperluan irigasi, aerasi tambak ikan, dan sebagainya.
Pemanfaatan energi angin merupakan pemanfaatan energi yang paling berkembang saat ini. Berdasarkan data dari WWEA (World Wind Energy Association), sampai dengan tahun 2007 perkiraan energi listrik yang dihasilkan oleh turbin angin mencapai 93.85 GigaWatts, menghasilkan lebih dari 1% dari total kelistrikan secara global. Saat ini Amerika, Spanyol dan China merupakan negara terdepan dalam pemanfaatan energi angin. Diharapkan pada tahun 2010 total kapasitas pembangkit listrik tenaga angin secara global mencapai 170 GigaWatt. Meskipun energi yang dihasilkan tidak sebesar energi yang berasal dari batu-bara ataupun nuklir, tetapi PLT Angin merupakan solusi yang paling murah dan rendah risiko untuk di terapkan di Indonesia. Diharapkan dengan diberdayakannya PLT Angin di Indonesia, akan menjadi salah satu sumber energi alternafif dalam “menyambut” datangnya masa krisis energi yang sebenarnya.


Turbin Angin
Turbin angin adalah kincir angin yang digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik. Turbin angin ini pada awalnya dibuat untuk mengakomodasi kebutuhan para petani dalam melakukan penggilingan padi, keperluan irigasi, dll. Turbin angin terdahulu banyak dibangun di Denmark, Belanda, dan negara-negara Eropa lainnya dan lebih dikenal dengan Windmill.
Kini turbin angin lebih banyak digunakan untuk mengakomodasi kebutuhan listrik masyarakat, dengan menggunakan prinsip konversi energi dan menggunakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui yaitu angin. Walaupun sampai saat ini pembangunan turbin angin masih belum dapat menyaingi pembangkit listrik konvensonal(Co: PLTD,PLTU,dll), turbin angin masih lebih dikembangkan oleh para ilmuwan karena dalam waktu dekat manusia akan dihadapkan dengan masalah kekurangan sumber daya alam tak terbaharui(Co : batubara, minyak bumi) sebagai bahan dasar untuk membangkitkan listrik.
Perhitungan daya yang dapat dihasilkan oleh sebuah turbin angin dengan diameter kipas r adalah :
dimana ρ adalah kerapatan angin pada waktu tertentu dan v adalah kecepatan angin pada waktu tertentu.
umumnya daya efektif yang dapat dipanen oleh sebuah turbin angin hanya sebesar 20%-30%. Jadi rumus diatas dapat dikalikan dengan 0,2 atau 0,3 untuk mendapatkan hasil yang cukup eksak.
Prinsip dasar kerja dari turbin angin adalah mengubah energi mekanis dari angin menjadi energi putar pada kincir, lalu putaran kincir digunakan untuk memutar generator, yang akhirnya akan menghasilkan listrik.
Sebenarnya prosesnya tidak semudah itu, karena terdapat berbagai macam sub-sistem yang dapat meningkatkan safety dan efisiensi dari turbin angin, yaitu :
1. Gearbox
Alat ini berfungsi untuk mengubah putaran rendah pada kincir menjadi putaran tinggi. Biasanya Gearbox yang digunakan sekitar 1:60.
2.Brake System
Digunakan untuk menjaga putaran pada poros setelah gearbox agar bekerja pada titik aman saat terdapat angin yang besar. Alat ini perlu dipasang karena generator memiliki titik kerja aman dalam pengoperasiannya. Generator ini akan menghasilkan energi listrik maksimal pada saat bekerja pada titik kerja yang telah ditentukan. Kehadiran angin diluar diguaan akan menyebabkan putaran yang cukup cepat pada poros generator, sehingga jika tidak diatasi maka putaran ini dapat merusak generator. Dampak dari kerusakan akibat putaran berlebih diantaranya : overheat, rotor breakdown, kawat pada generator putus, karena tidak dapat menahan arus yang cukup besar.
3. Generator
Ini adalah salah satu komponen terpenting dalam pembuatan sistem turbin angin. Generator ini dapat mengubah energi gerak menjadi energi listrik. Prinsip kerjanya dapat dipelajari dengan menggunakan teori medan elektromagnetik. Singkatnya, (mengacu pada salah satu cara kerja generator) poros pada generator dipasang dengan material ferromagnetik permanen. Setelah itu disekeliling poros terdapat stator yang bentuk fisisnya adalah kumparan-kumparan kawat yang membentuk loop. Ketika poros generator mulai berputar maka akan terjadi perubahan fluks pada stator yang akhirnya karena terjadi perubahan fluks ini akan dihasilkan tegangan dan arus listrik tertentu. Tegangan dan arus listrik yang dihasilkan ini disalurkan melalui kabel jaringan listrik untuk akhirnya digunakan oleh masyarakat. Tegangan dan arus listrik yang dihasilkan oleh generator ini berupa AC(alternating current) yang memiliki bentuk gelombang kurang lebih sinusoidal.

4. Penyimpan energi
Karena keterbatasan ketersediaan akan energi angin (tidak sepanjang hari angin akan selalu tersedia) maka ketersediaan listrik pun tidak menentu. Oleh karena itu digunakan alat penyimpan energi yang berfungsi sebagai back-up energi listrik. Ketika beban penggunaan daya listrik masyarakat meningkat atau ketika kecepatan angin suatu daerah sedang menurun, maka kebutuhan permintaan akan daya listrik tidak dapat terpenuhi. Oleh karena itu kita perlu menyimpan sebagian energi yang dihasilkan ketika terjadi kelebihan daya pada saat turbin angin berputar kencang atau saat penggunaan daya pada masyarakat menurun. Penyimpanan energi ini diakomodasi dengan menggunakan alat penyimpan energi. Contoh sederhana yang dapat dijadikan referensi sebagai alat penyimpan energi listrik adalah aki mobil. Aki mobil memiliki kapasitas penyimpanan energi yang cukup besar. Aki 12 volt, 65 Ah dapat dipakai untuk mencatu rumah tangga (kurang lebih) selama 0.5 jam pada daya 780 watt.
Kendala dalam menggunakan alat ini adalah alat ini memerlukan catu daya DC(Direct Current) untuk meng-charge/mengisi energi, sedangkan dari generator dihasilkan catu daya AC(Alternating Current). Oleh karena itu diperlukan rectifier-inverter untuk mengakomodasi keperluan ini. Rectifier-inverter akan dijelaskan berikut.
5. Rectifier-inverter
Rectifier berarti penyearah. Rectifier dapat menyearahkan gelombang sinusodal(AC) yang dihasilkan oleh generator menjadi gelombang DC. Inverter berarti pembalik. Ketika dibutuhkan daya dari penyimpan energi(aki/lainnya) maka catu yang dihasilkan oleh aki akan berbentuk gelombang DC. Karena kebanyakan kebutuhan rumah tangga menggunakan catu daya AC , maka diperlukan inverter untuk mengubah gelombang DC yang dikeluarkan oleh aki menjadi gelombang AC, agar dapat digunakan oleh rumah tangga.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembangkit Listrik Tenaga Angin
Angin adalah salah satu bentuk energi yang tersedia di alam, Pembangkit Listrik Tenaga Angin mengkonversikan energi angin menjadi energi listrik dengan menggunakan turbin angin atau kincir angin. Cara kerjanya cukup sederhana, energi angin yang memutar turbin angin, diteruskan untuk memutar rotor pada generator dibagian belakang turbin angin, sehingga akan menghasilkan energi listrik. Energi Listrik ini biasanya akan disimpan kedalam baterai sebelum dapat dimanfaatkan. Secara sederhana sketsa kincir angin adalah sebagai berikut :

sumber : http://www.kincirangin.info/plta-gbr.php. March 5, 2008
PLT Angin ini pada prinsipnya memanfaatkan angin yang tersedia di alam. PLT Angin mengkonversikan energi angin menjadi energi listrik dengan menggunakan turbin angin atau kincir angin. Energi angin yang memutar turbin angin, diteruskan untuk memutar rotor pada generator dibagian belakang turbin angin, sehingga akan menghasilkan energi listrik. Energi Listrik ini akan disimpan kedalam baterai sebelum dapat dimanfaatkan. Ini dilakukan untuk menstabilkan keadaan listrik yang terpengaruh saat kecepatan angin berubah-ubah. Angin yang dapat dimanfaatkan untuk PLT Angin ini adalah angin yang termasuk pada kelas angin nomor 3(berkecepatan 12-19,5 km/jam) sampai dengan kelas angin nomor 8 (berkecepatan 61,6-74,5 km/jam). Kelas angin nomor 3 dapat ditandai dengan adanya asap bergerak mengikuti arah angin dan kelas angin nomor 8 ditandai dengan ujung pohon melengkung, dan hembusan angin terasa di telinga.
Pemanfaatan energi angin sebenarnya bukan barang baru bagi umat manusia. Dalam www.awea.org disebutkan bahwa semenjak 2000 tahun lalu teknologi pemanfaatan sumber daya angin dan air sudah dikenal manusia dalam bentuk kincir angin (wind mills). Selain ramah lingkungan, sumber energi ini juga selalu tersedia setiap waktu dan memiliki masa depan bisnis yang menguntungkan. Kini sebagian besar negara maju di Eropa dan Amerika Serikat telah memanfaatkan sumber energi ini. Kapan tersedia di Indonesia, ya?
Pada masa awal perkembangannya, teknologi energi angin lebih banyak dimanfaatkan sebagai sulih tenaga manusia dalam bidang pertanian dan manufaktur, maka kini dengan teknologi dan bahan yang baru, manusia membuat turbin angin untuk membangkitkan energi listrik yang bersih, baik untuk penerangan, sumber panas atau tenaga pembangkit untuk alat-alat rumah tangga. Menurut data dari American Wind Energy Association (AWEA), hingga saat ini telah ada sekitar 20.000 turbin angin diseluruh dunia yang dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik. Kebanyakan turbin semacam itu dioperasikan di lahan khusus yang disebut “ladang angin” (wind farm).


Energi Alternatif
Di negara-negara Eropa, pemanfaatan sumber energi yang dapat diperbaharui diperkirakan bakal mencapai 8% dari permintaan energi di tahun 2005. Energi angin menjadi salah satu alternatif yang banyak dipilih dan sekaligus berfungsi mengurangi emisi gas karbondioksida (CO2) yang dihasilkan oleh perangkat sumber energi sebelumnya. Tujuh tahun belakangan ini, kapasitas energi angin terpasang di Eropa melonjak hingga 40% per tahun dan saat ini kapasitas tersebut dapat memenuhi kebutuhan listrik lebih dari 5 juta kepala keluarga. Industri energi tenaga angin diperkirakan bakal memiliki kapasitas 40.000 MW (mega Watt) yang dapat mencukupi kebutuhan listrik untuk 50 juta kepala keluarga pada tahun 2010.
Lima belas tahun lalu, energi angin belum terpikirkan untuk menjadi sumber energi komersil, akan tetapi kini telah ada sekitar 60 perusahaan penyedia tenaga angin komersial diseluruh dunia dan kebanyakan berada di Eropa. Lebih dari 10 bank terbesar Eropa dan 20 lembaga ekonomi Eropa menanamkan modal pada bidang energi angin, dan tak terhitung lagi perseorangan atau perusahaan yang memanfaatkan atau berperan dalam mengembangkan teknologi ini.
Industri ini juga menyerap lumayan banyak tenaga kerja, sehingga potensial untuk mengurangi angka pengangguran. Sebagai contoh di Denmark saja, sekitar 8.500 orang tertampung dalam bidang industri energi angin, dan 4000 peluang kerja di luar Denmark tercipta dari bisnis ini. Jumlah pekerja yang terlibat dalam industri energi angin di Eropa diperhitungkan mencapai lebih dari 20.000 orang.
Ramah Lingkungan
Energi angin adalah energi yang relatif bersih dan ramah lingkungan karena tidak menghasilkan karbon dioksida (CO2) atau gas-gas lain yang berperan dalam pemanasan global, sulphur dioksida dan nitrogen oksida (jenis gas yang menyebabkan hujan asam). Energi ini pun tidak menghasilkan limbah yang berbahaya bagi lingkungan ataupun manusia. Meski demikian, harap diingat bahwa sekecil apapun semua bentuk produksi energi selalu memiliki akibat bagi lingkungan. Hanya saja efek turbin angin sangat rendah, bersifat lokal dan mudah dikelola. Di samping itu turbin atau kincir angin memiliki pesona tersendiri dan menjadi atraksi wisata yang menarik, seperti misalnya saja kincir-kincir angin di negeri Belanda.
Dari hasil perhitungan yang dilakukan AWEA juga memperlihatkan bahwa turbin angin sangat efektif untuk mengurangi emisi gas karbon dioksida (CO2), gas utama penyebab efek rumah kaca. Turbin angin tunggal dengan daya 750 kW (kilo Watt), bentuk turbin yang banyak dipasang di tempat penghasil sumber tenaga angin diseluruh dunia, menghasilkan kira-kira 2 juta kWh (kilo Watt hour) daya listrik dalam setahun.
Berdasar ukuran rata-rata campuran bahan bakar di Amerika Serikat (AS), kira-kira dari setiap kWh yang digunakan akan menghasilkan 1,5 pon CO2. Ini berarti setiap turbin angin biasa akan mencegah emisi sebesar 2 juta kWh x 1,5 pon CO2/kWh =3 juta pon CO2 atau 1,5 ton CO2 pertahun. Menurut Wackemagel dalam Our Ecological Footprint, sepetak lahan hutan menyerap kurang lebih 3 ton CO2 per hektar pertahun. Jadi sebuah turbin angin sebesar 750 kWh dapat mencegah emisi CO2 sebesar yang dapat diserap oleh hutan seluas setengah hektar. Dan sekitar 3 miliar kWh yang diproduksi oleh sumber energi angin California dalam setahun akan mampu menyingkirkan emisi CO2 sebesar 4,5 miliar pon (2,25 ton) atau jumlah yang baru terserap oleh hutan seluas 1.900 km persegi!
Fungsional dan Estetis
Ladang angin biasanya terdiri dari 20 turbin yang didirikan di lokasi seluas 1 km2. Namun tentu saja tidak semua bagian tanah dipergunakan untuk bangunan turbin, karena hanya sekitar satu persen saja dari keseluruhan luas tanah yang dipakai. Sisa lokasi yang lowong, pada kasus di beberapa negara Eropa, dapat dipergunakan sebagai lahan pertanian atau taman. Jadi selain fungsional, kawasan ladang angin biasanya juga tampil estetis.
Selain teknologi turbin yang terpasang di wind farm yang terletak di daratan, kini juga dikembangkan turbin angin yang dibangun di lepas pantai. Wind farm lepas pantai dinilai lebih menguntungkan karena ditempat tersebut kecepatan angin rata-rata lebih tinggi dibanding ladang angin di darat dan tidak menyita lahan yang cukup luas di darat.

Kincir angin dengan konstruksi yang sederhana dan sumber energi angin yang berlimpah
dapat memberikan kontribusi pemecahan masalah peningkatan produktivitas lahan pertanian melalui sisytem sirkulasi penyiraman yang ramah lingkungan. Angin yang bertiup akan menggerakan baling-baling kincir kemudian tenaga yang tertangkap oleh baling-baling kincir digunakan untuk menggerakan piston pengungkit pompa air. Air yang dihasilkan digunakan untuk penyiraman kemudian kembali ke air tanah dan
digunakan kembali dengan demikina siklus ini akan terus berjalan selama angin berhembus. Tenaga yang tertangkap merupakan kelipatan pangkat tiga dari kecepatan angin yang berhembus sehingga makin cepat angin makin besar tenaganya. Energi angin dengan demikian sangat cocok untuk wilayah pantura yang memiliki sumber energi angin
penggerak kincir yang berlimpah.

Teknologi Kincir angin untuk pompa air adalah teknologi yang sangat sederhana karena hanya mengkonversikan tenaga putar baling-baling ke tenaga gerak vertikal yang kemudian digunakan untuk mengungkit pompa tangan, misalnya pompa “Dragon”. Pompa tangan ini juga adalah pompa air sederhana yang sudah lazim digunakan oleh para petani. Bahan baku kincir angin yang sebagaian besar adalah plat besi, plat alumunium dan roda gigi adalah bahan baku lokal yang harganya masih terjangkau dan lebih murah dari harga mesin-mesin pompa impor. Negar-negara besar seperti Amerika, Australia, dan negara-negara Eropa yang income percapita-nya sudah di atas US$ 20,000 per tahun
menggunakan energi angin untuk mengairi ladang-ladang gandum dan perkebunannya sampai saat ini. Indonesia yang income percapita-nya masih berkisar di sekitar US$ 700 menggunakan BBM untuk mengairi sawah dan perkebunannya. Hal ini sangat timpang dan ironis sehingga sudah saatnya bangsa Indonesia untuk kembali ke basic dan menggunakan sumber daya yang ada untuk menyelamatkan generasi yang akan datang.

Berikut akan diberikan beberapa klasifikasi kincir angina berdasarkan kapasitasnya:


Kincir Angin Kapasitas 3.000 Watt
SKU/Code : 3000



Kincir Angin Kapasitas 10 KV
SKU/Code : 10000



Kincir Angin Kapasitas 5.000 Watt
SKU/Code : 5000



Kincir Angin Kapasitas 2.000 Watt
SKU/Code : 2000



Kincir Angin Kapasitas 500 Watt
SKU/Code : 500




Kincir Angin Kapasitas 1.000 Watt
SKU/Code : 1000



Kincir Angin Kapasitas 200 Watt
SKU/Code : 200



Kincir Angin Kapasitas 20 KV
SKU/Code : 20000



Sumber: “estananto” estananto@y…> December 31, 2003

Indonesia, negara kepulauan yang 2/3 wilayahnya adalah lautan dan mempunyai garis pantai terpanjang di dunia yaitu ± 80.791,42 Km merupakan wilayah potensial untuk pengembangan pembanglit listrik tenaga angin, namun sayang potensi ini nampaknya belum dilirik oleh pemerintah. Sungguh ironis, disaat Indonesia menjadi tuan rumah konfrensi dunia mengenai pemanasan global di Nusa Dua, Bali pada akhir tahun 2007, pemerintah justru akan membangun pembangkit listrik berbahan bakar batubara yang merupakan penyebab nomor 1 pemanasan global.


Syarat - syarat dan kondisi angin yang dapat digunakan untuk menghasilkan energi listrik dapat dilihat pada tabel berikut.

Angin kelas 3 adalah batas minimum dan angin kelas 8 adalah batas maksimum energi angin yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik.
Pemanfaatan energi angin merupakan pemanfaatan energi terbarukan yang paling berkembang saat ini. Berdasarkan data dari WWEA (World Wind Energy Association), sampai dengan tahun 2007 perkiraan energi listrik yang dihasilkan oleh turbin angin mencapai 93.85 GigaWatts, menghasilkan lebih dari 1% dari total kelistrikan secara global. Amerika, Spanyol dan China merupakan negara terdepan dalam pemanfaatan energi angin. Diharapkan pada tahun 2010 total kapasitas pembangkit listrik tenaga angin secara glogal mencapai 170 GigaWatt.


Di tengah potensi angin melimpah di kawasan pesisir Indonesia, total kapasitas terpasang dalam sistem konversi energi angin saat ini kurang dari 800 kilowatt. Di seluruh Indonesia, lima unit kincir angin pembangkit berkapasitas masing-masing 80 kilowatt (kW) sudah dibangun. Tahun 2007, tujuh unit dengan kapasitas sama menyusul dibangun di empat lokasi, masing-masing di Pulau Selayar tiga unit, Sulawesi Utara dua unit, dan Nusa Penida, Bali, serta Bangka Belitung, masing-masing satu unit. Mengacu pada kebijakan energi nasional, maka pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) ditargetkan mencapai 250 megawatt (MW) pada tahun 2025.


PENUTUP

Kesimpulan
Demikian uraian singkat tentang perkembangan teknologi turbin angin baik untuk aplikasi di daratan maupun di daerah lepas-pantai. . Energi angin menjadi salah satu alternatif yang banyak dipilih dan sekaligus berfungsi mengurangi emisi gas karbondioksida (CO2) yang dihasilkan oleh perangkat sumber energi sebelumnya. Untuk pengembangan pembanglit listrik tenaga angin. PLT Angin dapat dimaksimalkan pemberdayaannya disekitar pantai di Indonesia. Namun, tidak semua pantai dan daerah dapat dijadikan PLT Angin, karena perlu dipilih daerah yang memiliki topografi dan keadaan angin yang stabil. Pembangkit Listrik Tenaga Angin ini mengkonversikan energi angin menjadi energi listrik dengan menggunakan turbin angin atau kincir angin.
Saat ini energi angin tidak hanya berpotensi untuk keperluan skala besar, namun sudah kompetitif untuk aplikasi dalam masyarakat umum. Untuk Indonesia, tentu kondisi seperti di Pulau Sapeken tersebut tidak berbilang sepuluh, dua puluh; akan tetapi ratusan bahkan ribuan, bukan?

Saran
Dengan penuh harapan, apa yang terjadi saat ini tidak melalaikan kita akan potensi sumber energi lainnya seperti energi angin, yang mana tidak ada polemik lagi perihal ketersediaannya, yang belum tergarap secara optimal. Segala bentuk sumber daya alam yang ada sekiranya dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya tanpa melupakan dampak positif maupun negatifnya di masa yang akan datang.


DAFTAR PUSTAKA

Ackermann, T. & Ser L., 2000, Wind energy technology and current status: a review, Renewable & Sustainable Energy Reviews, Vol. 4, 2000.

ITS Online, 2006, Rancang Wind Turbin Generator, Raih Brits Award , 23 November 2006, 15:23:11, www.itc.ac.id.

“estananto” estananto@y…> December 31, 2003
Harian Umum Suara Pembaruan, 16 Oktober 1994
http://www.kincirangin.info/plta-gbr.php. March 5, 2008
www.google.co.id

Susut umur trafo karena pembebanan

1. SUSUT UMUR TRANSFORMATOR KARENA PEMBEBANAN

Pada saat transformator sedang melayani beban,maka semakin besar beban semakin besar beban yang diliyani transformator maka sebanding dengan kenaikkan panas pada lilitan kawat dan inti transformator.hal-hal yang dapat terjadi karena panas tersebut adalah :

Ø Karena terdiri dari bermacam-bermacam unsure logam,maka pemuaian di tiap bagian tidak sama,hal ini mengakibatkan rusaknya penyekat(retak),yang selanjutnya merugikan secara mekanis maupun kelistrikan

Ø Suhu yang terlampau tinggi dapat membuat susunan dan bentuk(dari segi kimia dan fisik)

Pada transformator minyak,gangguan-gangguan tersebut dapat diatasi dengan minyak

transformator.Pada transformator minyak yang mengalami penyusutan umur ialah minyak trafonya,sehingga perlu dibersihkan atau dig anti apabila sudah tidak berfungsi lagi dengan baik.penyebab penggantian minyak dapat di akibatkan karena adanya pengot.oran minyak.pengotoran minyak dapat di akibatkan pembebanan berlebihan dari suatu transformator

Tujuan pemeliharaan trafo adalah untuk menjaga kondisi trafo agar dapat dibebani secara optimal dan mampu bertahan sampai susut umur sesuai desain.

Beberapa hal yang menyebabkan kerusakan pada trafo antara lain :

Ø Adanya kesalahan dalam pembuatan.

Ø Adanya kesalahan pengoperasian.

Ø Adanya kesalahan pembebanan.

Ø Adanya gangguan dari luar trafo.

Pemeliharaan trafo distribusi yang sebagain besar dalam keadaan tidak terjaga dan jumlahnya sangat besar hanya bisa dilakukan secara berkala (bulanan) dengan melakukan pengukuran beban. Pada beban kurang dan beban puncak, pengamanan secara teliti karakteristik beban yang terpasang pada trafo dapat menjadi bahan acuan untuk menentukan kapasitas trafo yang harus dipasang dan memprediksi pelaksanaan pemeliharaan secara fisik.

Pemeliharaan secara awal antara lain berupa pengukuran/pengujian atau pembersihan bagian-bagian luar trafo. Bila dalam pemeliharaan tersebut terdapat indikasi adanya kerusakan yang lebih serius, misalnya nilai tahanan isolasi masih di bawah batas minimalnya, maka perbaikan untuk bagian dalam trafo perlu dilakukan.

2. Jadwal Pemeliharaan Trafo

2.1. Pemeliharaan Bulanan

Dilaksanakan dalam keadaan beroperasi. Berupa pekerjaan pemeriksaan visual yang meliputi pemeriksaan : tinggi permukaan minyak, wama minyak, kondisi bushing, kondisi permukaan tangki/radiator, dan kemungkinan adanya kebocoran, suhu trafo, mengadakan pengukuran tegangan/beban trafo, serta penyetelan sadapan.

2.2. Pemeliharaan Tahunan

Dilaksanakan dalam keadaan tidak bertegangan pekerjaan yang dilakukan sama dengan pekerjaan pemeliharaan bulanan ditambah dengan pemeriksaan kelengkapan trafo, yaitu : arrester, spark gap, pentanahan, tempat kedudukan trafo serta pengukuran/pengujian kontinyuitas belitan, tahanan isolasi, polaritas indeks dan dielektrik minyak isolasinya.

Tujuan dari Publikasi IEC 354 ini ialah untuk memberikan pedoman bagi pemakai perihal pembebanan yang diizinkan pada keadaan-keadaan tertentu yang teJ-ah ditetapkan dan untuk membantu perencana dalam pemilihan daya penge nal yang diperlukan bagi suatu pemasangan baru.

Daya pengenal yang didefinisikan dalarn Publikasi IEC 76 adalah dasar penunjuk konvensional (concensional reference basis) bagi pengoperasian yang kontinu dan talc terputus (dengan batas-batas suhu mbdia-pendingin yang telah ditetaplcan) dengan umur yang diperkirakan normal (normal-expectationof ' l f e )

Pada dasarnya suhu media-pendingin 20oC, namun penyimpangan dimungkinkan bagi negara-negara yang mempunyai empat-musim sedemikian hingga kenaikan susut umur (use of life) yang dialarni sewaktu bekerja pada suhu kitar di atas 20oC (seperti clalam musim panas) dapat diinrbangi oleh pengurangan susut umur yang dialami sewaktu bekerja pada suhu-kitar dibawah 20oC (dirnusim dingin) .

Pengalaman menunjulckan bahwa umur yang normal ialah beberapa puluh tahun. Hal ini ticlak dapat dipastikan oleh karena sangat tergantung kepada faktor pengusahaan yang berbeda anta::a satu EransformaLor dengan lainnya. Dalam pralctek, operasi yang kontinu dan tak terputus tidak biasa terjadi dan pedoman ini memberikan re.komendasi untulc t'beban harian yang berrrlang (cyclic) " ciengan mernperhatikan perubahan suhu-kitar yang nusiman. Susut umur (use of life) harian karena efek termis ditunjukkan dengan memperbandingkan dengan ttsusut umur yang normaltt yaitu susut umur yang diperhitungkan pada daya pengenalnya dengan suhu-kitar 20oC.

Dalam Publikasi IEC 354 Tabel-tabel I sld X yang menunjukkan yang diizinkan untuk susut umur harian yang normal. Tujuan dari pecloman ini ialah menberikan pedoman pembebanan yang dlsesuaikan dengan keadaan di Indonesia yaitu didasarkan kepada suhu-kitar rata-rata tahunan kurang lebih 25oC".

Penyesuaian dengan. keadaan di Indonesia

Berdasarkan Publikasi IEC 7 6 (Bagian 1: Umun, Ayat 2.1 ") , transformtor dirancang dengan syarat pelayanan antara lain bahwa untuk transiormator dengan pendi-nginan-udara maka suhu udara tidak boleh melampaui:

- 30o rata-rata harian

- 20o rata-rata tahunan

Selain itu suhu udaranya juga tidak boleh rnelebihi 40oC dan lebih rendah clari -25 oC (pasangan luar) atau -5 nC(pasangan dalam) " Urrtuk transf r:rmal-or dengan pendinginan-air, air pendingin tidak melebihi 25oC pada ceruknya ( i n l e t ) .

Menurut laporan Direktorat l\4eteorologi d.an Geofisika Tahun 1975 , L9i6 dan 1977, di kawasan DI(I dan umumnya kota-kota besar di Indonesia, suhu rata-rata harian ti.dak melebihi 30oC. Tetapi suhu rata-rata tahunan, bila dihitung dari suhu rata-rata bulanan (antara 24oC dan 27oC), mencapai sekitar 25-5oC. I )

Dengan demikian jelaslah bahwa bilamana sebuah transformator clioperasikan dengan beban penulr secara liontinu dan tak terputus, maka transformator ini akan mengalami "kenaikan susut umur", dengan perkataan lain akan mengalami umur yang lebih pend.ek. Dalam praktek pembebanan demikian tidak pernah terjadi. Di pusat beban yang terdiri dari perumahan, beban pr:ncak malar.n bi-asanya jauh lebih tinggi dari beban puncak siang. Sebaliknya di pusat beban yang terdiri dari industri-industri, beban puncak siang hari lebih tinggi dari beban puncak malam.

Pada seluruh pembangkit tenaga listrik yang ada, umumnya terjadi perbedaan (gap) antara daya terpasang, daya mampu netto, dan daya mampu pasok. Hal itu antara lain disebabkan oleh:

1. Berkurangnya umur teknis peralatan pembangkit. Berkurangnya umur teknis peralatan menyebabkan penurunan kemampuan pembangkitan (derating), apalagi selama ini setiap pembangkit selalu dioperasikan secara maksimal mengingat keterbatasan jumlah pembangkit.

2. Kegiatan pemeliharaan peralatan pembangkit. Beberapa pembangkit sedang dalam pemeliharaan sesuai dengan jadwal pemeliharaan masing-masing pembangkit.

3. Variasi musim mengganggu operasionalisasi pembangkit. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) adalah jenis pembangkit yang operasionalisasinya tergantung pada musim. Saat kemarau, tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit jenis ini banyak berkurang.

4. Sebanyak 4 – 6 persen produksi tenaga listrik digunakan untuk keperluan operasional pembangkit.

5. Ketersediaan bahan bakar. Tenaga listrik sebagai bentuk energi sekunder tergantung pada ketersediaan bahan bakar. Melambungnya harga BBM yang terjadi saat ini membebani keuangan negara karena anggaran subsidi listrik membengkak, yang kemudian membawa efek beruntun pada cashflow PT. PLN, pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), sehingga jumlah pasokan listrik berkurang.

Sementara itu, pengoperasian pembangkit listrik dengan energi lainnya seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) terkendala oleh jumlah pasokan bahan bakar. Tingginya harga batubara dan gas, membuat produsennya lebih banyak menjual ke pasar ekspor. Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia mengakui dari 131,72 ton produksi nasional sekitar 70 persen hasil batubara diekspor, sisanya dipakai untuk kebutuhan dalam negeri4. Sedangkan untuk gas bumi, dari produksi nasional sebesar 8,35 miliar kaki kubik (BSCF) per hari di tahun 2004, sekitar 58,4 persen diekspor dan sisanya untuk kebutuhan domestik. Akibatnya, banyak pembangkit listrik yang tidak dapat beroperasi secara optimal.